Kamis, 11 Desember 2014

BUDAYA JILBAB MENURUT AGAMA



Oleh: LIA ISMIANI ( 26214050 )
Kelas : 1EB42
Fak. Ekonomi – Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014

PENDAHULUAN
Sudah kita ketahui di dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan Al-Hadist di wajibkan kepada seorang wanita untuk memakai jilbab yang berfungsi untuk menutupi aurat[1] wanita. Dahulu hampir semua wanita memakai jilbab, Bahkan di zaman nabi jilbab itu bukan hanya sebagai menutup aurat saja tetapi juga untuk melindungi diri dari sinar matahari secara langsung, Jilbab juga bisa membantu untuk menjaga diri kita dan hati kita agar kita bisa menahan segala hawa nafsu dan perbuatan – perbuatan maksiat. Dan beberapa tahun yang lalu jilbab sempat  meredup, karena banyak wanita hanya sekedar memahami dan mengatahui bahwa jilbab adalah sebagai kewajiban untuk digunakan. Tapi seiring dengan perkembangan zaman sekitar tiga tahun belakangan ini jilbab mulai muncul lagi dengan versi yang menggunakan macam – macam model yang cantik dan menarik, ada beberapa tokoh wanita yang membuat komunitas - komunitas jilbab yang kita kenal sekarang dengan Hijabers. Komunitas tersebut juga memperkenalkan jilbab kembali dengan berbagai macam gaya berjilbab dan pernak – pernik hiasan jilbab sehingga membuat wanita tampak lebih cantik dan menarik. Komunitas tersebut membuat masyarakat indonesia lambat laun mulai tertarik dengan menggunakan jilbab agar telihat simple, cantik,dan  menarik.

PEMBAHASAN
Williams menyatakan budaya berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu. Budaya dapat digunakan untuk mengacu pada suatu proses umum perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis. Mungkin rumusan ini merupakan rumusan budaya yang paling mudah untuk dipahami.Saat orang menyatakan “orang berbudaya” yang mengacu pada pemikiran yang berkembang.Saat orang berbicara budaya yang artinya kegiatan atau minat kultural. Dan selain itu Williams juga menjelaskan bahwa budaya pun bisa mengacu pada “karya dan praktik - praktik intelektual, terutama aktivitas artistik” (Williams, 1983: 90).
Budaya berpakaian adalah salah satu ciri peradaban manusia untuk menjadikan manusia yang lebih terhormat. Pakaian adalah busana yang akan selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dari sebuah tradisi yang ada. Pakaian selalu mengalami perubahan sesuai dengan berjalannya waktu dan zaman, dengan begitu dari cara berpakaian kita bisa mengetahui pribadi seseorang. Oleh karena itu cara berpakaian merupakan suatu masalah kemanusiaan, yang didalam cara berpakaian terkait dengan harkat dan martabat seseorang. Di dalam agama berpakaian untuk seorang muslimah ada juga yang disebut dengan jilbab.
Jilbab adalah sebuah busana muslim yang menyejukkan hati. Jilbab dalam budaya jawa khususnya dan bangsa indonesia umunnya bahwa jilbab diidentikkan dengan tradisi import dari Arab. Orang – orang yang berada diwilayah Arab selalu menggunakan jilbab sehari – hari (Innovatio, 2007). Apakah seorang wanita wajib untuk menutup muka serta kedua telapak tangannya atau membiarkanya terbuka. Namun semua aturan – aturan ini tidak terlepas dari dalil – dalil yang berada di  al-Qur'an, al-Hadis, dan tafsir[2], walaupun dalam menentukan hukum menutup wajah dan kedua telapak tangan itu berbeda dan apakah kedua hal tersebut dikategorikan aurat atau sekedar pengecualian yang boleh bagi wanita muslim membukanya (Mizan, 1992). Para fuqaha berbeda pendapat mengenai apakah wajah dan telapak tangan merupakan aurat yang tidak boleh dibuka bahkan haram dibuka dan wajib atau tidaknya memakai cadar (kain penutup muka) bahkan ada yang berpendapat membuka keduanya adalah bid'ah. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukannya sebuah aurat yang harus ditutupi.
Salah satu ayat yang digunakan sebagai sandaran pendapat ini adalah Firman Allah SWT adalah surat al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi : Wahai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Ahzab:59).
Dari dua ayat tersebut ada dua hal yang bisa dipahami;
1.      Sesungguhnya Allah melarang wanita untuk memperlihatkan perhiasannya (aurat) kecuali apa yang biasa tampak. di dalam ayat tersebut, Ibnu Mas'ud mengatakan yang boleh tampak bagi wanita adalah hanya pakaiannya, dan ditambah oleh pendapat dari Ibnu Jabir dengan wajah. Pendapat lain yang sama dengan Ibnu Jabar adalah Ata' dan Auza'i namun keduanya menambahkan telapak tangan.

2.      Sesungguhnya perintah bagi seorang wanita mukmin dalam ayat itu adalah untuk memanjangkan kerudungnya (khumur) sampai ke bagian dada mereka
Jilbab dan penutup badan memiliki 3 konteks yaitu, 1. Kita harus berhati – hati dalam memegang perintah dari Tuhan untuk menutup tubuhnya dengan jilbab. 2. Seorang Bangsawan pada abad ke-10 yang tetap mempertahankan kebiasaan putrinya ketika pergi mandi dan menerangkan bahwa jika keluar harus mengenakan pakaian dan jilbab (ahmed, 1992). Jilbab dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Pertama, pemakaian jilbab secara konsisten. Kedua, pemakaian jilbab secara belang – belang. Maksudnya terdapat pihak lain yang memakai jilbab hanya untuk aktivitas – aktivitas tertentu saja. Seperti Perayaan hari besar Idul Fitri dan Idul Adha, Berziarah Kubur, Pergi ke orang yang sedang merayakan pesta pernikahan, dan acara – acara yang bersangkutan dengan Masjid seperti pengajian dan acara – acara Ritual dalam keagamaan. Dan yang Ketiga, yaitu memakai jilbab karena ada aturan tertentu dan dari pihak tertentu. Misalnya siswa yang sedang belajar dengan mata pelajaran Agama Islam, Pengajian hari jum’at di sekolah, dan mahasiswa yang berkuliah di Perguruan tinggi Islam.
Adapun Syarat – syarat yang harus kita pahami dalam memakai jilbab yaitu Menutup seluruh badan kecuali Wajah dan telapak tangan, Jilbab harus longgar dan tidak menampakkan lekukan tubuh pada seorang wanita, bahan jilbab tidak boleh tipis transparan sehingga warna kulit masih bisa dilihat dengan jelas, tidak menyerupai pakaian laki – laki, dan Warna tidak boleh mencolok sehingga menarik perhatian. Bagi wanita muslimah yang belum mau dan belum siap untuk memakai jilbab kemana pun wanita itu pergi dianggap bahwa wanita tersebut memiliki keimanan yang belum sempurna. Bagi Muslimah yang menggunakan jilbab pada saat melakukan sebuah ritual keagamaan terdapat beberapa kemungkinan, yaitu pertama, wanita tersebut merupakan seorang muslimah yang masih baru (Mualaffah), Kedua wanita tersebut mengalami keterpaksaan dalam memakai jilbab, sebenarnya di dalam agama untuk menjalankan sesuatu tidak boleh ada paksaan harus dari hati yang benar – benar tulus dan ikhlas untuk melaksanakannya. yang Ketiga dan memang wanita tersebut beranggapan bahwa pemakaian jilbab hanya dilakukan pada saat melaksanakan ritual keagamaan dan diluar dari pada itu tidak menggunakan jilbab. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya suri tauladan yang baik dari seorang pemimpin sehingga para muslimah memiliki anggapan untuk tidak memakai jilbab kemana pun dia berada. Dan hanya memakainya pada saat menghadiri majlis ta’lim saja.
Dalam umat katolik, jilbab diartikan sebagai ukuran kesalehan bagi wanita. (el-guindi, 2005). Jilbab juga berfungsi sebagai bahasa yang menyampaikan pesan - pesan sosial budaya. Walaupun banyak menimbulkan kontroversi, satu sisi jilbab merupakan kewajiban dan keharusan bagi seorang muslimah, sedangkan di luar agama islam jilbab itu merupakan suatu pakaian untuk mengukur kesalehan seseorang (el-guindi, 2011).

Jilbab: Antara Relijiusitas dan Tren Fashion

Jilbab saat ini tidak hanya senantiasa diidentikkan dengan aspek religius dan pemaknaan jilbab yang bersifat konvensional, jilbab juga berkaitan dengan eksistensi sosial maupun individu dalam kelompoknya serta juga telah mengarah pada pemaknaan yang global, sejalan dengan perkembangan sistem kemasyarakatannya. Hal ini menyebabkan perluasan makna jilbab pada perkembangannya. Wanita muslimah dapat melakukan negosiasi atas peran gender (gender role) dalam kehidupan mereka melalui pemaknaan secara aktif (active meaning - making) atas penggunaan jilbab dan busana muslimah (Washburn 2005: 110).
Fashion adalah satu bagian dari seluruh rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, orang menempatkan diri mereka terpisah dari yang lain dan diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu (Kess Van Djik). Tren merupakan suatu hal yang dominan mempengaruhi perkembangan jilbab, mulai dari perkembangan intelektual, spiritual dan estetika yang dimunculkan dalam komunitas tersebut.
Sudah kita singgung sedikit tentang kelompok – kelompok yang telah mempopularkan jilbab sebagai tren fashion, kelompok tersebut yaitu Hijabers, kelompok hijabers ini mmulai muncul lewat berbagai media sosial dan media elektronik, kelompok ini pun dengan cepat mempengaruhi tatanan fashion seorang perempuan yang berjilbab di Indonesia. Para perempuan Hijabers ini, memberikan makna dan tanda yang berbeda dalam pemaknaan  jilbab sebelumnya. Modis dan tampil lebih gaya adalah pencitraan yang ditonjolkan agar lebih meyakinkan bahwa adanya pergeseran makna akan berjilbab.
Pada dasarnya, menjadi wajar bagi seorang wanita yang mengikuti berbagai macam gaya berjilbab ala Hijabers dan juga sebagai pelengkap fashion yang sedang mengikuti tren yang ada karena tren fashion dalam industri budaya yang popular berlaku bagi masyarakat luas. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam bergaya memakai jilbab, tergantung dari pilihan individual masing - masing. Semua orang boleh menunjukkan gaya berjilbab yang khas sebagai sebuah self image yang akan dikenakannya untuk dijadikan performa dalam bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Chaney (Idy Subandi Ibrahim, 2007).
Dan sebagian besar masyarakat indonesia mulai beramai-ramai untuk memakai jilbab, kondisi tersebut mendorong masyarakat indonesia terutama pada kalangan keluarga menengah keatas para istri dan anak pejabat mulai berlomba-lomba untuk menggunakan jilbab dan masyarakat awam pun sedikit demi sedikit sudah ada yang mengikuti perkembangan model – model jilbab yang dikeluarkan oleh komunitas – komunitas Hijabers. Jilbab dapat dianggap mampu untuk menjadikan orang modern ya saleh dan sekaligus menjadi muslim yang modern karena mengikuti trend zaman. Jilbab juga tidak menjadi sebuah identitas keimanan melainkan hanya sebuah aksesoris dari cara berpakaian (Idi Subandy Ibrahim, 1996). Busana muslimah menjadi trendi dan memakai jilbab mulai mencapai prestise tertentu, hal ini di karenakan busana muslimah atau jilbab mampu mengkomunikasikan hasrat menjadi orang yang modern yang saleh (Barnard, 1996: 11).
Gaya memakai jilbab saat ini sudah menjadi lebih kreatif dan sangat variatif. Memakai jilbab sekarang tidak hanya sekedar menggunakan kain besar yang menutupi semua bagian tubuh, tetapi untuk para hijabers dapat berkreasi dengan menutup bagian kepala kemudian memasukan sisa kain kedalam baju dan dipadu pakaian press body sehingga dapat terlihat lebih praktis. Jilbab yang jenis ini bagi kalangan remaja atau perempuan biasa disebut dengan jilbab modis. Kenapa para remaja menyebut jilbab tersebut dengan jilbab modis karena konsep jilbab ini sangat memperhatikan mix and macth dengan gaya atau model busana lain, sehingga terlihat cocok bila digunakan.Pakaian dapat memberikan dampak psikologis bagi pemakainya (Shihab, 2004: 35). Banyaknya model jilbab modis yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan psikologis anak remaja saat ini, semakin mendorong perempuan untuk memilih jilbab dalam berbusana kesehariannya. Apalagi ukuran cantik kini tidak hanya ketika menggunakan pakaian serba mini dan terbuka tetapi dengan jilbab pun bisa tampil cantik dan anggun.
Tak mau ketinggalan dengan hijabers community, belakangan ini muncul sebuah komunitas baru yang menamakan dirinya sebagai jilboobs community. Hal ini sedang hangat - hangatnya diulas oleh media massa, hal ini juga sangat menghebohkan dunia maya dan dunia nyata. Bermula dari munculnya sebuah akun di media maya yaitu facebook dengan nama Jilboobs komunitas pada bulan Agustus 2014. Komunitas tersebut menampilkan foto - foto berjilbab yang seadanya. Akun itu pun mendapat kecaman dari pengguna media sosial. Jilboobs merupakan istilah penggunaan jilbab namun masih berpakaian yang ketat dan menunjukkan lekuk tubuh wanita. Penggunaan jilboobs tidaklah sesuai dengan syariat agama Islam yang mengharuskan penggunanya untuk menggunakan pakaian longgar dan tidak ketat. Sedangkan jilboobs hanya mementingkan menutup rambut saja. Istilah jilboobs diambil dari istilah jilbab dan boobs yang artinya payudara wanita. Jilboobs gaya berpakaian berjilbab namun masih memperlihatkan lekukan dada, pantat, dan perut. Perempuan berjilboobs seringkali menggunakan kaus lengan panjang namun yang terlihat ketat atau baju lengan panjang yang tembus pandang biasanya dipadu dengan bawahan rok tembus pandang, legging maupun celana jeans yang ketat.
Majelis Ulama Islam berencana membahas terkait industri fashion jilboobs yang tidak sesuai dengan syariat Islam yang saat ini tengah populer di Indonesia. Jilboobs yang tengah menjadi tren fashion tersebut menurut hemat penulis masih lebih baik dibandingkan dengan fenomena wanita tuna susila muda yang sama sekali tidak mengenakan pakaian dalam. Sebenarnya fenomena Jilboobs itu sudah lama ada, hanya belum ada komunitasnya. Sebagai sebuah fenomena sebentar lagi saya kira akan hilang karena itu hanya tren fesyen saja. Menghadapi fenomena ini, banyak kalangan yang resah, tetapi untuk sebuah evolusi berjilbab, patutlah kita menyimak sikap ulama besar terhadap fenomena ini. Suatu kisah, ketika Buya Hamka (Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, 1908-1981)




















KESIMPULAN
Perintah untuk memakai jilbab telah di terangkan secara jelas dalam Al-Qur’an, Al-Hadist, dan Tafsir, Sebagai wanita yang muslimah kita patut dan wajib untuk mematuhi semua ajaran agama terutama dalam menutup aurat seperti berpakaian, menggunakan jilbab, dan lain sebagainya. Karena jilbab merupakan identitas bahwa kita adalah seorang wanita muslimah. Menjadi wanita muslimah yang baik juga bukan berarti hanya sekedar memakai jilbab saja tetapi juga perilakunya, tutur bahasanya, dan hatinya pun turut ikut serta untuk membatasi kita dari segala perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt.
Berjilbab memang bisa kita sebut suatu budaya yang turun – temurun dari wilayang Arab, dan masyarakat boleh saja mengikuti tren fashion dalam memakai jilbab, tetapi sebagai seorang muslim juga harus mengetahui seberapa berartinya dan seberapa pentingnya didalam agama diperintahkan untuk memakai jilbab. Budaya jilbab yang awalnya merupakan cara hidup seseorang dalam mendekatkan diri dengan Tuhannya, beralih menjadi budaya dari hasil intelektual dan imajinatif. dimana jilbab akan berkembang dengan sendirinya tergantung dengan makna atau tujuan yang akan dicapai dalam penggunaan jilbab.
Fenomena komunitas jilbab bermunculan sebagai konsekuensi dari semakin membuminya budaya berjilbab. Di satu sisi muncul komunitas yang telah mapan dalam berjilbab tetapi menjadikannya sebagai fashion yang gaul dan trendy, sementara komunitas lainnya adalah mereka yang sebelumnya adalah seorang wanita yang berpakaian minim seperti budaya kebarat - baratan, kemudian mencoba untuk mengenakan jilbab sebagai desakan lingkungan mereka. Kelompok pertama adalah kelompok yang benar - benar eksis di dunia nyata, dengan sebuah gerakan - gerakan yang nyata, sementara kelompok kedua, meskipun mereka ada di sekitar kita, hanyalah sebagai komunitas di dunia maya, fenomena di dunia nyata yang dihimpun dalam beberapa akun di salah satu media sosial yang pergerakannya di dunia nyata tidak jelas. Kondisi ini menurut hemat penulis tidak perlu untuk dicela dan dicaci. Sebab pada intinya, mereka adalah para wanita yang telah mempunyai niat yang baik untuk menutup aurat, butuh proses, dan semua tergantung lingkungannya dalam memberi respon, termasuk kita. Penulis meyakini bahwa sebagian mereka yang telah bergabung dalam hijabers community.


Daftar Pustaka

Ø BUKU
El-Guindi, F. (2005). Jilbab Antara Kesalehan, Kesopanan, Perlawanan.  Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Barnard, M. 1996. Fashion sebagai Komunikasi. Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosisal, Seksual, Kelas, gender (Idy Subandy Ibrahim dan Yosal Iriantara, Penerjemah). Yogyakarta
Ibrahim, Idi Subandy,(2007). Budaya Populer Sebagai Komunikasi (Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer).Yogyakarta: Jalasutra

Ø JURNAL
Shahab,H. Jilbab Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah,cet. 4 (Bandung : Mizan, 1992), hlm 8
Innovatio,Vol. 6, No. 12,edisi Juli – Desember,2007.
Munawwir Warson,  A.W, (Surabaya : Pustaka Progessif, 2002), hlm. 984.
Budiati, Catur Atik. April 2011. Vol. 1, No. 1. Gaya Hidup Baru Kaum Hawa. ISSN: 2089-0192

Ø SKRIPSI
Naira, Anilatin. 2014. Makna budaya pada jilbab modis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Brawijaya.
Nikmah, Nurun. 2008. Jilbab Menurut Muhammad Ali Al-Sabuni. Jurusan Tafsir dan Hadist: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.


[1] Menurut bahasa aurat adalah celah, kekurangan, sesuatu yang memalukan. Dan di dalam hukum islam “aurat adalah bagian dari tubuh yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat.
[2] Tafsir adalah pemahaman atau interpretasi yang dikembangkan oleh para ahli muslim.