Selasa, 26 Desember 2017

Benarkah MK Melegalkan Zina dan LGBT?

TUGAS RANGKUMAN

PENDIDIKAN PANCASILA


INDONESIA LAWYERS CLUB (ILC)
Tema: Benarkah MK Melegalkan Zina dan LGBT?
Selasa, 19 Desember 2017

Pendahuluan

            Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materi terikat zina dan hubungan sesama jenis (LGBT) yang telah diatur dalam KUHP. Dari sembilan orang hakim ada empat diantaranya termasuk ketua mahkamah konstitusi Arief Hidayat memberikan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion dengan kelima hakim lainnya yang telah menolak uji materi tersebut. Ada 3 pasal KUHP yang dimohon untuk diuji oleh mahkamah konstitusi yaitu Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292. Dan bukan hanya mahkamah konstitusi yang berbeda persepsi tetapi dikalangan masyarakat pun turut menanggapi hal tersebut.
            Menurut Lukman R Saifudin selaku Menteri Agama, Semua agama tidak menyetujui adanya tindakan atau perilaku LGBT dan tidak ada agama yang membenarkannya dan itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Dalam UUD Perkawinan, Syah Perkawinan itu kalau dilakukan antara dua jenis kelamin yang berbeda menurut ajaran agama dan tidak ada norma hukum yang melegalisasikan.
            Berikut nama-nama hakim yang setuju LGBT dipidana Arief Hidayat, Anwar Uswan, Aswanto, dan Wahiduddin Adam S. berikut juga nama-nama hakim yang menolak LGBT dipidana yaitu Maria Frida Indrati, Saldi Isra, Manahan Sitompul, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palaguna.


Pembahasan

       Prof. Euis Sunarti sebagai pemohon Judical Review mengemukakan alasan kenapa mengajukan Judical Review karena adanya data-data yang meningkat tentang penyimpangan seksual, zina, perkosaan, dan cabul sesama jenis di masyarakat. Di Kabupaten Bogor dari 44 Kecamatan per Bulan Juni 2015 terdapat 6.600 laki-laki seks laki-laki dan pada Bulan Desember meningkat menjadi 8.013 kasus. Dalam hal ini, perzinahan jauh lebih besar daripada LGBT. Adapun pasal-pasal KUHP yang mengatur tentang LGBT:
  •   Pasal 284
           (1)   Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (verspel), padahal diketahuinya
      bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya:
 b.  Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah, padahal diketahuinya
      bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya:
2a. Seorang pria yang turut melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang
      turut bersalah telah kawin;
  b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
      diketahuinya bahwa turut bersalah kawin dan pasal 27 Kitab Undang- undang Hukum
      Perdata berlaku baginya;
(2)   Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan suami/istri yang tercemar; dan bila bagi mereka berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3)   Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4)   Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5)   Bila bagi suami-istri berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan ranjang menjadi tetap.
  •        Pasal 285
Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
  •             Pasal 292
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya dengan dia yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

       Ibu Rita Soebagio sebagai Ketua Organisasi AILA menjelaskan bahwa AILA adalah aliansi dari organisasi yang fokus pada upaya-upaya untuk peningkatan-peningkatan kualitas perempuan, anak, dan keluarga. AILA telah melakukan survey di 37 Provinsi dan di beberapa Kabupaten terdapat hasill 93% menolak bentuk perzinahan, homoseksual, dan sebagainya. Ada Dissenting opinion dari Mahkamah Konstitusi bahwa sumber dari KUHP adalah budaya penjajah Belanda secara historis pencantuman unsur objektif anak dibawah umur dari jenis kelamin yang sama dalam Pasal Aku merupakan kemenangan kaum homoseksual dan sebagian anggota Twidek Khamar ada yang mengafirmatif terhadap praktek homoseksual.

       Faizal Syahmenan sebagai Koordinator Tim Pengacara Pemohon mengatakan bahwa berdasarkan riset bertahun-tahun yang dilakukan oleh pemohon maka para pemohon memutuskan untuk maju ke Mahkamah Kostitusi karena adanya kekosongan hukum. Akibat adanya kekosongan hukun ini karena hukum yang ada dimasyarakat tidak di absort oleh hukum positif maka sering menimbulkan main hakim sendiri di masyarakat. Hukum berfungsi sebagai alat untuk rekayasa sosial, jadi jika ada hukum yang baik maka dilingkungan masyarakat pun akan ikut dengan hukum yang baik begitu juga sebaliknya.

      Dwi Inong Irana sebagai Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin menjelaskan bahwa akibat yang akan diterima dari zina adalah Inveksi Menular Seksual (IMS). Hubungan seks yang bisa menularkan IMS tersebut yaitu Kelamin – anal (dubur/anus), Kelamin – Kelamin, Kelamin – Oral (mulut), Kelamin – Alat, dan Kelamin – Tangan. Penderita HIV/AIDS di Indonesia terbanyak diusia Produktif yaitu antara 20 – 49 tahun, laki-laki dua kali lipat dari perempuan maksudnya disini kepala keluarga yang ada di indonesia akan hancur. Perilaku seksual dari LGBT lebih beresiko tertinggi dalam tertular IMS & HIV AIDS. Hal yang harus dilakukan bila berprilaku seksual beresiko tinggi yaitu dengan cara melakukan skrining pemeriksaan segera sedini mungkin di puskesmas ataupun di RSU terdekat.

       Cania Citta sebagai Jurnalis The Geotimes mengungkapkan dua argumen yaitu argumen
dari sisi medis, sudah dijelaskan bahwa hubungan seks memiliki potensi untuk menjadi jalur penularan IMS dan dokter inong telah menjelaskan saran-saran yang harus dilakukan dengan cara check-up rutin, konselling, dan sebagainya. Yang kedua yaitu berargumen dari sisi hak dalam beragama. Menurut Cania bahwa tuntutan ini melanggar hak untuk beragama karena ketika tuntutan ini dibangun diatas basis agama tertentu maka dia akan sesungguhnya mendiskriminasi agama, kepercayaan, serta interpretasi lain. Sedangkan perbedaan hak dan kewajiban menurut riset yang dilakukan cania bahwa hak itu adalah fakultatif  yang berarti boleh diambil boleh tidak sedangkan kewajiban adalah imperatif.

    Dede Oetomo sebagai Aktifis Gaya Nusantara bertanggapan bahwa tuntutan ini adalah satu golongan yang memaksakan nilai kepada golongan lain, karena di indonesia ada orang yang setuju dan tidak setuju bahwa hubungan seks dapat dilakukan dengan siapa saja selama tidak ada korbannya dan dilandasi atas rasa suka sama suka satu dengan lainnya. Dede oetomo beranggapan bahwa aktivitas seks anal dan vaginal merupakan penyebab dari penularan HIV. Ia juga memberi contoh kalau kaum homoseksual tidak selalu melakukan aktivitas seks anal, misalnya di pesantren-pesantren biasanya dilakukan menggunakan diantara paha, dan itu aman sekali dari HIV.

     Prof. Mahmud M.D sebagai ketua MK mengemukakan bahwa praktik lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan zina harus dilarang dan harus diberi hukuman berat, karena bertentangan dengan konstitusi di Indonesia.

  
Opini:


       Sebagai orang awam, saya kurang begitu faham dengan hukum tetapi dalam hal ini menurut saya, perilaku zina maupun LGBT adalah salah satu bentuk penyimpangan dari nilai-nilai pancasila dan pasal-pasal yang berlaku di dalam suatu negara yang dilakukan para individu. Terkait perilaku zina dan LGBT ingin dipidanakan saya fikir itu bukan hal yang termasuk kekerasan yang harus dikurung didalam penjara bertahun-tahun pada akhirnya kalau memang sifat yang melakukan zina belum berubah maka tidak kemungkinan kalau tidak akan dilakukan kembali. Dan kalau menurut saya untuk orang-orang yang seperti itu seharusnya dibimbing agar diperbanyak dalam kegiatan agama yang dapat membuka pola fikir si pelaku zina dan LGBT tersebut. Kemudian di dalam agama juga diajarkan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang dilarang, dan agama juga melarang tegas adanya pernikahan sesama jenis karena pernikahan yang sah hanya dilakukan diantara laki-laki dan perempuan dan bertujuan untuk memiliki keturunan.