1. Hipotesis pertama digunakan uji-F, hasil uji-F sebesar
0,000 lebih kecil dari alpa 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis pertama dapat
diterima.
2. Uji hipotesis kedua, ketiga, dan keempat menggunakan
uji-t, hasil uji-t atas variabel profesionalisme, etika profesi,
dan gender masing-masing sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05
menunjukkan bahwa variabel profesionalisme, etika profesi, dan gender secara
parsial berpengaruh terhadap tingkat materialitas. Dengan demikian hipotesis
kedua, ketiga, dan keempat diterima.
3. Uji hipotesis kelima menggunakan uji-t, dengan hasil nilai
koefisien regresi yang sudah distandarisasi atas variabel profesionalisme (X1)
sebesar 0,340 menunjukkan paling besar dari variabel etika profesi (X2)
dan gender (X3). Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima
dapat diterima.
Pengaruh
Profesionalisme, Etika Profesi, dan Gender Terhadap Tingkat Materialitas
Tujuan penetapan materialitas adalah
untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup,
dengan menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan dan kriteria yang
digunakan untuk mengevaluasi serta cara memperoleh bukti tersebut.
Pertimbangan awal tingkat
materialitas dalam perencanaan audit merupakan jumlah maksimum salah saji
yang tercantum dalam laporan keuangan yang tidak akan memengaruhi pengambilan
keputusan dari pemakai informasi akuntansi.
Hasil uji hipotesis pertama
menunjukkan bahwa signifikan uji-F 0,0000 lebih kecil dari alpha 0,05 dan
nilai R-square 0,653, yang berarti bahwa profesionalisme, etika profesi, dan
gender secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas
sebesar 65,3%, sedangkan sisanya 34,7% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang
tidak diteliti.
Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012), Agustianto (2013), dan Tilamra
(2015) yang menyatakan bahwa profesionalisme, etika profesi, dan gender
berpengaruh terhadap tingkat materialitas keuangan. Penelitian Kusuma (2012)
dan Tilamra (2015) menyatakan bahwa profesionalisme dan etika profesi
berpengaruh terhadap tingkat materialitas. Penelitian Agustianto (2013)
menyatakan bahwa profesionalisme dan gender berpengaruh terhadap tingkat
materialitas.
Pengaruh
Profesionalisme Terhadap Tingkat Materialitas
Profesionalisme dalam bekerja sangat
penting peranannya, karena dapat membantu seorang auditor untuk meningkatkan
kaulitas kinerjanya terutama dalam pengambilan keputusan mengenai laporan
keuangan yang telah diaudit. Sehingga, dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat atas kualitas audit dan jasa yang diberikan oleh auditor.
Pernyataan diatas didukung oleh hasil
uji hipotesis yang menunjukkan nilai signifikansi variabel profesionalisme
sebesar 0,000. profesionalisme secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
tingkat materialitas. Selain itu, profesionalisme memiliki pengaruh paling
dominan terhadap tingkat materialitas sebesar 0,340 dibandingkan etika
profesi dan gender yang masing-masing hanya sebesar 0,270 dan 0,260.
Seorang auditor yang profesional akan
bekerja menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebagai pengabdian pada
profesi, dapat membuat keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak
lain.
Pernyataan diatas didukung oleh hasil
penelitian yang menunjukkan sebagian besar responden setuju bahwa hal ini
sesuai dengan jawaban minimum responden sebesar 3,6%, rata-rata responden
sebesar 7,02%, dan maksimum responden sebesar 10%. Karena hanya terdapat 3,6%
responden yang menjawab sangat tidak setuju dan 7,02% responden menjawab
ragu-ragu atas pernyataan variabel X1 bahwa tingkat materialitas dipengaruhi
oleh profesionalisme, akan tetapi masih terdapat 10% responden yang menjawab
sangat setuju pada pernyataan tersebut.
Hasil penelitian ini yang dilakukan
oleh Jayanti (2012) dan Agustianto (2013) yang menyatakan bahwa
profesionalisme yang terdiri atas pengabdian pada profesi, hubungan dengan
rekan seprofesi, kebutuhan untuk kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan
profesi, dan kewajiban sosial berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
Pengaruh
Etika Profesi Terhadap Tingkat Materialitas
Etika
profesi merupakan norma perilaku yang dijadikan acuan atau panduan dalam
mengatur tingkah laku sebuah profesi. Profesi auditor harus selalu berpegang
teguh pada etika profesi yang telah ditetapkan, sehingga dengan memegang
teguh pada etika profesi, diharapkan dapat meminimalisir terjadinya
kecurangan antar auditor dengan klien, maupun antar sesama auditor yang
dikhawatirkan dapat membiaskan hasil pemeriksaan laporanan keuangan yang
diaudit. Informasi yang tersaji dalam laporan keuangan yang telah diaudit
akan menjadi acuan untuk pengambilan keputusan oleh investor atau kreditor
dan oleh pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu, pendapat auditor
atas kewajaran laporan keuangan harus benar-benar sesuai dengan laporan
keuangan yang ada diperusahaan.
Pernyataan
ini didukung oleh hasil uji hipotesis yang menunjukkan nilai signifikansi
variabel etika profesi sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa etika profesi
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas. Auditor
yang memiliki kepatuhan terhadap etika profesi yang tinggi akan memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mempertimbangkan tingkat materialitas laporan
keuangan. Karena dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
auditor akan bersikap sesuai dengan etika profesinya dalam menjalin hubungan
profesional dan bisnisnya, tidak akan membiarkan benturan kepentingan
memengaruhi pertimbangan profesional dan bisnisnya.
Hal
ini sesuai dengan jawaban minimum responden sebesar 5,40%, rata-rata
responden sebesar 7,96%, dan maksimum responden sebesar 9,80%. Karena hanya
terdapat 5,40% responden yang menjawab sangat tidak setuju dan 7,96%
responden menjawab ragu-ragu atas pernyataan variabel X2 bahwa
tingkat materialitas dipengaruhi oleh etika profesi, akan tetapi terdapat
9,80% reponden yang menjawab sangat setuju pada pernyataan tersebut. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012) dan
Tilamra (2015) yang menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap
tingkat materialitas.
Pengaruh
Gender Terhadap Tingkat Materialitas
Dalam penelitian ini menggunakan
konsep gender dimana auditor ada yang memiliki sifat maskulin dan ada yang
memiliki sifat feminim. Auditor yang memiliki sifat maskulin memiliki
kemampuan pemecahan masalah untuk menentukan salah saji material dalam
laporan keuangan, mereka tidak mudah meyakini keterangan dari pihak ketiga
dan selalu mencari kebenaran atas bukti audit, serta selalu mengumpulkan dan
menilai bukti audit secara objektif. Sedangkan auditor yang memiliki sifat
feminim belum tentu memiliki kesulitan dalam menetapkan tingkat materialitas
laporan keuangan tetapi dalam menilai kewajaran laporan keuangan tersebut
dapat dipengaruhi oleh pihak lain.
Pernyataan diatas didukung oleh hasil
penelitian yang menunjukkan sebagian besar responden setuju bahwa gender
dapat diukur dari sifat feminin dan sifat maskulin. Hal ini sesuai dengan
jawaban minimum responden sebesar 5%, rata-rata responden sebesar 8,77%, dan
maksimum responden sebesar 12%. Karena hanya terdapat 5% responden yang menjawab
sangat tidak setuju dan 8,77% responden menjawab ragu-ragu atas pernyataan
variabel X3 bahwa tingkat materialitas dipengaruhi oleh
gender, akan tetapi masih terdapat 12% reponden yang menjawab sangat setuju
pada pernyataan tersebut.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar